Kampung Bajo Pantai Jodoh di Mawasangka

Gambar
Bajo yang kerapkali disebut Suku Laut tersebar diberbagai pulau Indonesia. Salah satunya di pulau tanah Buton Sulawesi Tenggara tepatnya di Kabupaten Mawasangka Desa Pantai Jodoh. Di sanalah Suku Laut itu berkumpul dan hidup berkesinambungan. Nama yang unik, menjadikannya daerah istimewa di Provinsi Sulawesi Tenggara dan terkenal di seluruh tingkat nasional maupun mancanegara.  Dibalik pengangkatan nama kampung tersebut mungkin ada kisah menarik dibaliknya sehingga warga setempat menjadikannya nama perkampungan mereka di tanah Buton Sulawesi Tenggara. Walau rumah-rumah mereka sebagian besar sudah berdiri di atas bibir pantai pasir putih tetap tidak mengubah cara hidup mereka sebagai suku laut atau Suku Bajo. Mereka yang sudah hidup bertahun-tahun di Kampung Pantai Jodoh, tetap kehidupannya bergantung ke laut bukan ke darat seperti hidup sebagai petani yang bercocok tanam di kebun atau sawah.

Pemukiman Suku Bajo di Atas Laut


Suku Bajau (Bajo) sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke berbagai wilayah Indonesia. Mereka dikenal sebagai orang-orang laut yang andal. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut.

Nama Bajo diambil dari leluhur mereka yang pandai melaut dan bercocok tanam. Mereka hidup berdampingan dan tak terpisahkan dengan laut. Nama Bajo dikenal dengan air laut, perahu dan hidup di atas permukaan laut.

Masyarakat Bajo juga terbagi dua yakni Bajo daratan dengan rumah-rumah yang didirikan di atas karang yang telah mati dan disusun menjadi seperti daratan, dan Bajo laut yang mendirikan rumahnya di atas permukaan air laut.

Dalam pembuatan rumah, masyarakat Bajo masih memegang teguh pakem dan mengadakan upacara adat setiap kali mendirikan rumah. Karena dalam kepercayaannya ada hari baik dalam mendirikan sebuah rumah.

Cara masyarakat Bajo membangun rumah banyak sekali dipengaruhi oleh pemahaman struktur kosmos di mana alam terbagi menjadi tiga bagian yakni alam atas, alam tengah, dan alam bawah.

Hal ini juga terlihat dari segi bangunan rumah adat suku Bajo, yakni babaroh atau rumah panggung. Masyarakat Bajo menyebutnya rumah atas artinya rumah yang berdiri di atasnya tanah atau tidak langsung bersentuhan dengan tanah tetapi ditumpu oleh tiang kayu

Mereka juga percaya arah barat sebagai kiblat dan suci tidak boleh digunakan sebagai tempat yang kotor seperti toilet. Anak tangga juga harus berjumlah ganjil, bila syarat ini tidak dipenuhi maka akan menyurutkan rezeki masuk ke dalam rumah.

Hunian masyarakat suku Bajo juga menyesuaikan lanskap pantai yang ditinggali. Hidup berdampingan dengan laut dan menggunakan bahan material dari alam memberikan kesan yang menyatu dengan alam.

Penggunaan orientasi yang tepat serta penyusunan ruang yang baik membuat dampak positif kepada penghuni terutama pada bagian teras dengan view hamparan laut lepas yang biru





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Bajo Menambah Daya Tarik Wisatawan Mancanegara

Lepa adalah Kediaman Leluhur Orang Bajo

Pesona Indah di Kampung Bajo Mantigola