Kampung Bajo Pantai Jodoh di Mawasangka

Gambar
Bajo yang kerapkali disebut Suku Laut tersebar diberbagai pulau Indonesia. Salah satunya di pulau tanah Buton Sulawesi Tenggara tepatnya di Kabupaten Mawasangka Desa Pantai Jodoh. Di sanalah Suku Laut itu berkumpul dan hidup berkesinambungan. Nama yang unik, menjadikannya daerah istimewa di Provinsi Sulawesi Tenggara dan terkenal di seluruh tingkat nasional maupun mancanegara.  Dibalik pengangkatan nama kampung tersebut mungkin ada kisah menarik dibaliknya sehingga warga setempat menjadikannya nama perkampungan mereka di tanah Buton Sulawesi Tenggara. Walau rumah-rumah mereka sebagian besar sudah berdiri di atas bibir pantai pasir putih tetap tidak mengubah cara hidup mereka sebagai suku laut atau Suku Bajo. Mereka yang sudah hidup bertahun-tahun di Kampung Pantai Jodoh, tetap kehidupannya bergantung ke laut bukan ke darat seperti hidup sebagai petani yang bercocok tanam di kebun atau sawah.

Tradisi Orang Bajo ketika Kapal di Turunkan di Laut



Pernahkah kalian mendengar tentang Suku Bajo? Apa yang kalian tahu dari suku tersebut? Suku Bajo atau mungkin lebih dikenal dengan nama Suku Sama adalah suku yang sebagian besar tinggal bersama laut. Julukan untuk suku Bajo adalah “pengembara laut”.

Mereka lebih sering menghabiskan hidupnya di laut dibanding di darat. Hidup mereka sangat bergantung pada laut. Laut adalah sumber kehidupan Suku Bajo.

Suku Bajo banyak tersebar di bagian timur Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Walaupun terpisah-pisah, mereka berasal dari nenek moyang yang sama. Oleh karena itu, kebudayaan Suku Bajo mempunyai banyak kesamaan walaupun sudah terpengaruh daerah persebaran masing-masing.

Nah, apakah kalian tahu kalau ada upacara atau ritual yang sudah dilaksanakan secara turun temurun? Salah satu kebudayaan Suku Bajo yang sudah diwarisi secara turun-temurun adalah upacara selamatan penurunan perahu baru. 

Upacara ini dilakukan di Karumpa, Sulawesi Selatan dan dinamakan ritual panguluran lepa

Bagi masyarakat Bajo, ritual ini adalah sebuah keharusan. Masyarakat Bajo rela berhari-hari tidak melaut jika belum melakukan ritual ini. Mereka yakin, laut dan perahu tempat mereka mencari nafkah dihuni makhluk-makhluk halus yang senantiasa melindungi, memberi rejeki dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana dan malapetaka kepada mereka saat melaut.

Ada juga yang percaya bahwa jika melaut sebelum melaksanakan ritual akan mendatangkan makhluk aneh yang muncul di atas kapal baru mereka, salah satunya adalah gurita besar jelmaan penunggu laut atau hantu laut. Penunggu laut menurut suku bajo adalah penguasa di laut. Maka itu, ritual ini perlu diadakan karena dipercaya akan mempermudah datangnya rezeki dan menghindari bala saat melaut karena dianggap sebagai bentuk penghormatan pada penguasa laut.

Tahukah kalian kalau Masyarakat Bajo meyakini bahwa mereka tidak akan mendapat rezeki jika turun sebelum matahari tampak di ufuk timur (pagi)? Karena itu lah, ada waktu dengan hari tertentu untuk melaksanakan ritual tersebut. 

Apakah kalian penasaran dengan tahap pelaksanaan upacara tersebut? 



Tahap ini adalah untuk menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk ritual. Yang bertanggung jawab menyediakan kelengkapan bahan adalah orang yang mempunyai acara. Bahan dan alat tersebut adalah ayam putih satu pasang, buah kelapa, dupa atau kemenyan, kain putih, pinang, kapur sirih, nasi putih, pisang masak satu sisir, bor kecil, tembakau yang digulung di daun pisang yang sudah kering, daun sirih, juga alat tangkap untuk keperluan memancing. Di tahap ini juga, sang penyelenggara mencari dukun atau Suku Bajo menyebutnya sandro untuk memimpin jalannya ritual.

Kemudian, sandro melempar kail tidak jauh dari posisi ayam yang tadi dibuang ke laut. Kemudian disusul dengan memasang jaring di laut oleh orang-orang yang sudah dipilih. Jaring tersebut dipasang melingkar mengelilingi hewan kurban. Dengan begini posisi hewan kurban berada di tengah-tengah jaring. Setelah memasang jaring sandro mengumpulkan semua benda-benda perlengkapan acara kecuali pisang.

Benda-benda tersebut dibungkus dengan kain putih dan dibuang ke laut, tepatnya ditengah lingkaran jaring. Ini dimaksudkan agar jaring yang dipasang selalu mendapat hasil tangkapan yang banyak. Sedangkan pisang dibagikan olah sandro kepada semua warga yang mengikuti acara itu.

Menurut masyarakat Suku Bajo di desa Bajo Karumpa Sulawesi Selatan, memberikan suatu motivasi atau inspirasi untuk lebih semangat, tegar, dan lebih berani dalam menghadapi tantangan di laut yang tidak selalu ramah. Lingkungan laut telah menempa mereka menjadi tegar dan mengikuti setiap sisi kehidupan laut, dan menggunakan sumber daya yang terkandung di dalamnya. Laut dan guncangannya bagi mereka bukanlah sesuatu yang ditakuti dan dianggap lawan atau pun musuh. Justru, mereka merasakan kedamaian dan ketenangan dalam buaian gelombang dan merasa aman di air laut.

Walaupun demikian, semakin berkembangnya zaman, kebanyakan pemuda Suku Bajo mulai meninggalkan ritual ini. Selain kepercayaan atau mitos Orang Bajo, upacara ini sebenarnya sangat bagus untuk menjunjung tinggi adat serta melestarikan kebudayaan peninggalan nenek moyang Suku Bajo. Selain itu, upacara ini dapat mempererat tali silaturahmi antar masyarakat Bajo. Melaksanakan upacara ini berarti ikut melestarikan tradisi yang sudah ada sejak dulu


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Bajo Menambah Daya Tarik Wisatawan Mancanegara

Lepa adalah Kediaman Leluhur Orang Bajo

Pesona Indah di Kampung Bajo Mantigola