Kampung Bajo Pantai Jodoh di Mawasangka

Gambar
Bajo yang kerapkali disebut Suku Laut tersebar diberbagai pulau Indonesia. Salah satunya di pulau tanah Buton Sulawesi Tenggara tepatnya di Kabupaten Mawasangka Desa Pantai Jodoh. Di sanalah Suku Laut itu berkumpul dan hidup berkesinambungan. Nama yang unik, menjadikannya daerah istimewa di Provinsi Sulawesi Tenggara dan terkenal di seluruh tingkat nasional maupun mancanegara.  Dibalik pengangkatan nama kampung tersebut mungkin ada kisah menarik dibaliknya sehingga warga setempat menjadikannya nama perkampungan mereka di tanah Buton Sulawesi Tenggara. Walau rumah-rumah mereka sebagian besar sudah berdiri di atas bibir pantai pasir putih tetap tidak mengubah cara hidup mereka sebagai suku laut atau Suku Bajo. Mereka yang sudah hidup bertahun-tahun di Kampung Pantai Jodoh, tetap kehidupannya bergantung ke laut bukan ke darat seperti hidup sebagai petani yang bercocok tanam di kebun atau sawah.

Mengenal Sejarah Suku Bajo di Indonesia


Suku Bajo adalah pelaut tertangguh di Nusantara Indonesia. Mereka Berabad-abad mengarungi samudera, mereka tersebar di wilayah Segitiga Terumbu Karang di Asia Tenggara, menghuni perairan tepi pantai dan berjarak jauh dengan daratan dengan rumah berfondasi batu dan material kayu.

Mereka adalah Orang Suku Bajo atau kerap juga disebut "Orang Laut", atau "Gipsi Laut". Suku yang menyatu dengan lautan sejak dulu hingga kini tersebar di timur Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Filipina bagian selatan.

Selama bertahun-tahun, ilmuwan bertanya-tanya tentang asal-usul Orang Bajo. "Mereka memang nomaden tapi orang pasti punya asal-usul. Di mana asal-usul mereka, itu masih pertanyaan," kata Phillippe Grange, ahli linguistik dari Universite La Rochelle, Perancis.

Dalam seminar tentang keragaman genetik bertema "Austronesia Diaspora" yang diadakan Lembaga Eijkman di Jakarta, Rabu (11/3), Grange mengungkapkan bahwa sejumlah teori telah diajukan untuk menguraikan asal-usul orang Bajo, tapi belum ada yang memuaskan.

Berbagai anak Suku Bajo di Torosiaje Laut, Gorontalo, bermain sandiwara dengan meniru adegan kekerasan dari cerita sinetron yang biasa mereka tonton di televisi. Menonton televisi pada malam hari menjadi suatu hiburan yang paling ramai dilakukan oleh warga Suku Bajo yang tinggal di kampung rumah panggung di atas laut yang berjarak sekitar 1 kilometer dari daratan.

"Ada yang mengatakan Orang Bajo asalnya dari Johor (Malaysia)," kata Grange. "Bahkan kalau kita tanya orang Bajo di Malaysia, mereka bilang asalnya dari Johor. Jadi mereka Pribumi. Di buku sejarah anak di Malaysia, disebutkan juga Orang Bajo dari Johor."

Dasar teori yang merupakan adanya cerita legenda tentang Puteri Johor. Diceritakan, dahulu Orang Bajo dan Orang Bugis banyak banyak mendiami wilayah Johor hingga akhirnya Puteri Johor hilang.

Orang Bajo diminta untuk mencari sang puteri dan tak boleh kembali sebelum menemukan. Di situlah penjelajahan Orang Bajo dimulai. Karena tak menemukan, maka Orang Bajo pun tak pernah kembali.

Namun pandangan itu dasarnya terlalu lemah. Memang secara dongeng ada keterkaitan. Tetapi, tidak ada bukti arkeologi atau bahasa yang menunjukkan bahwa Orang Bajo berasal dari Johor.

Dua anak berlari di depan rumah bertembok batu di Desa Mola, Wakatobi. Rumah di desa Suku Bajo itu biasanya dibangun dengan kayu. "Rumah yang dari batu tandanya ada anak yang sukses dari keluarga itu. Bisa juga anak perempuannya menikah dengan orang kaya," kata Sadar, wakil presiden Suku Bajo, setengah bercanda.

Teori lain, dikatakan Grange, menerangkan bahwa Sama Bajau sebelumnya adalah orang-orang yang hidup di muara Sungai Barito. "Dasarnya, dalam bahasa Dayak Ngaju dan Sama Bajau, ada 12 kata yang mirip," terang peneliti asing yang fasih berbahasa Indonesia itu.

Dalam teori yang diajukan oleh Robert Blust, ahli linguistik dari University of Hawaii, Orang Bajo yang berasal dari Bariro mulai melaut pada tahun 800 Masehi, seiring dengan berkembangnya Kerajaan Sriwijaya.

"Saat itu diduga suku Bajo dimanfaatkan untuk mendukung perdagangan laut, mengangkut barang ke China," ungkap Grange. Karena hal tersebut, semua anggota suku Bajo lalu pindah ke wilayah yang lebih utara yaitu Sulu, Filipina.


Menurut teori itu, Orang Bajo melaksanakan tugas sebagai pendukung perdagangan hingga akhir masa Sriwijaya. Mereka kemudian tinggal lebih lama di wilayah Sulu, Filipina, dan kembali lagi menjelajah sekitar tahun 1.400 Masehi.

Penjelajahan kemudian lebih dipicu oleh invasi suku lain. "Tahun 1.300 Masehi, suku Tausug menjajah Sulu. Interaksi antara mereka ditunjukkan dengan adanya konvergensi bahasa," ungkap Grange.

Setelah agama Islam menyebar pada abad 15, Orang Bajo mulai bermigrasi ke selatan, menyebar lagi hingga wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Masa selanjutnya, Bajo menyebar lebih luas hingga Nusa Tenggara.

"Tapi semua itu tetap masih hipotesis," kata Grange. "Saya juga agak bingung, bagaimana bisa satu suku awalnya tinggal di satu daerah bisa tiba-tiba pindah semua membawa anak istri hanya untuk berdagang?" tanyanya.

Tony Rudyansjah, antropolog dari Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa bisa saja Orang Bajo memang berasal dari Barito dan bermigrasi untuk berdagang ke wilayah utara Indonesia.


Sebab masa keemasan perniagaan di Nusantara itu sebenarnya abad ke-8, bukan abad ke-15 seperti yang sering kita duga. Karena masa keemasan perdagangan itu, maka masuk akal bila Orang Bajo pindah ke utara. Perdagangan yang maju memang ada di utara," katanya.

Turut hadir dalam seminar untuk menyampaikan makalah lain tentang Masyarakat Buton, Tony mengungkapkan bawah perpindahan Orang Bajo mungkin secara sukarela. Namun, dia sendiri juga percaya bahwa masih dibutuhkan penelitian untuk mengungkap asal-usul orang Bajo.

Dengan ketersediaan hipotesis berdasarkan kajian linguistik, peneliti Lembaga Eijkman Herawati Sudojo percaya bahwa asal-usul Orang Bajo bisa dipecahkan dengan penelitian genetika molekuler.

"Kita bisa ambil sampel DNA Orang Bajo dari wilayah Kalimantan, Sulawesi sampai Filipina lalu kita bandingkan. Akan bisa kita ketahui nanti apakah hipotesis itu benar," katanya. "Atau kita mungkin nanti bisa katakan Bajo itu bukan Orang Johor."

Saat ini, Lembaga Eijkman baru mengambil sampel DNA Orang Bajo yang tinggal di Kalimantan. Pengambilan sampel dilakukan beberapa waktu lalu bersamaan dengan pengambilan sampel DNA orang Dayak Maanyan.

Bagi Herawati, penelitian DNA suku Bajo bukan hanya akan memecahkan asal-usul suku melainkan juga memberikan gambaran tentang persebaran manusia ke tempat lain, seperti di Madagaskar.

Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan beberapa tahun lalu, Orang Madagaskar dinyatakan berasal dari 28 perempuan Dayak Maanyan yang bermigrasi. "Petunjuknya adalah adanya kesamaan bahasa dan budaya antara Dayak Maanyan dan Madagaskar," katanya.

Namun, penelitian kemudian menunjukkan bahwa secara genetik Dayak Maanyan dan Madagaskar berbeda. Dengan begitu, hipotesis bahwa Orang Malagasi di Madagaskar berasal dari Dayak Maanyan perlu diuji.

"Kita sebelumnya juga bertanya-tanya. Dayak Maanyan itu kan para pemburu, hunter gatherere, bagaimana mereka bisa melaut jauh hingga ke Madagaskar," ungkap Herawati yang bersama lembaganya telah mengurai banyak identitas genetik manusia Indonesia.

Herawati menerangkan bahwa salah satu yang bisa menjadi kandidat asal-usul orang Madagaskar adalah Orang Bajo. Dengan kemampuan berlayarnya, maka sangat mungkin Orang Bajo mencapai Madagaskar.

Grange mengungkapkan, pengungkapan asal-usul Orang Bajo penting untuk memberi gambaran tentang migrasi Austronesia serta ketangguhan manusianya dalam melaut.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Bajo Menambah Daya Tarik Wisatawan Mancanegara

Lepa adalah Kediaman Leluhur Orang Bajo

Pesona Indah di Kampung Bajo Mantigola